BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Bersamaan dengan masuknya Indonesia ke dalam era reformasi, dengan itu pula dunia pers di Indonesia memasuki era kebebasannya. Persaingan di antara media massa pun tak terhindarkan. Tidak terkecuali media televisi, yang dewasa ini diyakini sebagai salah satu media massa yang paling berperan dalam proses globalisasi. Media komunikasi ini dianggap mempunyai kekuatan tersendiri dalam mentransfer gaya hidup dan menyebarkan budaya massa, dibandingkan dengan media komunikasi lainnya.
Kata televisi sendiri berasal dari kata tele (bahasa Yunani) yang artinya jauh, dan kata visi (videre – bahasa Latin) yang artinya penglihatan. Dengan demikian secara harfiah televisi berarti melihat dari jauh. Melihat dari jauh disini diartikan dengan, gambar dan suara yang diproduksi disuatu tempat (studio TV) dapat dilihat dari tempat lain melalui perangkat penerima atau televisi set (Wahyudi, 1986:49).
Dengan adanya media komunikasi massa televisi, kebutuhan masyarakat akan informasi maupun hiburan menjadi semakin mudah tepenuhi. Bahkan untuk sekarang ini dibandingkan dengan media massa lain, televisi merupakan media yang paling banyak diminati, karena dinilai lebih menarik dengan menampilkan paduan gambar dan suara secara bersamaan sehingga pesan yang disampaikan dapat ditangkap dan diinterpretasikan secara jelas oleh audience. Televisi memiliki daya tarik yang kuat disebabkan oleh unsur-unsur audio yang berupa suara, dan visual yang berupa gambar hidup yang menimbulkan kesan mendalam pada pemirsanya. Selain karena kelebihan tersebut, televisi juga diminati karena adanya beragam pilihan, mulai dari stasiun televisi sampai program-program acara yang dapat di akses dengan mudah dan cepat oleh pemirsa televisi.
Pada tahun 2001 lalu, di Indonesia telah hadir lima stasiun TV swasta baru, yaitu Metro TV, Trans TV, Lativi, TV7 dan Global TV. Dengan stasiun televisi swasta yang sudah ada sebelumnya, yaitu RCTI, SCTV, ANTV, TPI dan Indosiar, dunia pertelevisian pun semakin meriah dan persaingannya pun semakin ketat. Dengan masing-masing kreatifitas dan keunggulannya, stasiun-stasiun tersebut berusaha memperebutkan perhatian penonton televisi.
Di sisi lain, bermunculannya stasiun-stasiun televisi ternyata telah menggeser kiblat para produsen barang dan jasa dalam memanfaatkan media untuk melakukan promosi. Jangkauan yang lebih luas dari sebuah media televisi, memberikan tawaran biaya yang jauh lebih efisien dibanding media lain. Disamping itu, karakter media televisi juga mampu lebih menjamin efektifitas pesan (iklan) yang ingin mereka sampaikan.
Stasiun-stasiun televisi pun mau tidak mau harus saling berebut “kue iklan” dimana iklan ini dianggap sebagai sebuah hal yang wajib bagi sebuah lembaga pertelevisian, karena “hidup matinya” suatu media terutama media elektronik bergantung pada iklan atau sponsor. Semakin banyak pengiklan yang masuk pada sebuah stasiun televisi maka akan semakin banyak pula keuntungan akan diperoleh. Hal ini disebabkan, sebagian besar kegiatan operasional pertelevisian dibiayai oleh pendapatan dari iklan.
Televisi Republik Indonesia (TVRI) sebagai stasiun televisi pelopor milik pemerintah, juga ikut serta membidik peluang dengan kembali menghiasi jam-jam siarannya dengan tayangan iklan. Sebagai stasiun televisi dengan usia paling tua, sebenarnya TVRI adalah stasiun televisi di tanah air yang pertama kali menayangkan iklan.
Siaran iklan di TVRI sendiri dimulai pada tanggal 1 September 1975 berdasarkan Surat Keputusan Dirjen RTF nomor 11/ Kep/ Dirjen/ RTF/ 75. Sebagai satu-satunya media yang mempunyai jangkauan luas dan paling efektif dibanding media lain yang ada ketika itu, pemasukan TVRI dari iklan cukup besar. Namun dengan pertimbangan kesiapan mayoritas bangsa Indonesia dalam menghadapi implikasi yang dibawa oleh iklan maupun pesan sponsor di media televisi, khususnya terhadap kecendrungan konsumtif yang berkembang, pemerintah mencabut kebijakan memberi izin beriklan di TVRI. Dengan dikeluarkannya SK Mentri Penerangan nomor 30 / Kep/ MenPen/ 1981 berdasarkan pidato Presiden pada Sidang Paripurna DPR RI tanggal 5 Januari 1981 tentang Nota Keuangan RUU APBN 1981/ 1982, maka sejak 1 April 1981 siaran iklan di TVRI pun dihapuskan.
Ketika Departemen Penerangan RI ditiadakan oleh pemerintah, TVRI yang semula merupakan unit pelaksana teknis dibawah Direktorat Jenderal Radio, Televisi dan Film Departemen Penerangan RI merubah status kelembagaannya. Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah nomor 36 tahun 2000 yang ditanda tangani oleh Presiden Abdurachman Wahid pada tanggal 7 Juni 2000, TVRI resmi menjadi Perusahaan Jawatan (Perjan).
Sesuai dengan statusnya sebagai perusahaan, maka TVRI kini terus berbenah diri untuk lebih meningkatkan profesionalisme di semua bidang yang terkait dalam penyiaran terutama dalam memerankan fungsinya sebagai televisi publik. Dengan perubahan pengelolaan TVRI dari televisi pemerintah menjadi televisi publik, dari sudut penyiaran TVRI tidak lagi diatur oleh pemerintah. Dengan itu untuk menunjang kegiatan operasional siaran, TVRI menganggap perlu adanya dukungan dari pihak ketiga, diantaranya dengan menjaring pemasang iklan, sponsorship dan kerjasama. Untuk mengatur siaran iklan, sponsor dan kerjasama melalui Perjan TVRI, dinyatakan dalam SK direksi Perjan TVRI No. /KPTS/ Direksi/ TV/ 2001 tentang Siaran komersial di Perjan TVRI.
Setelah kurang lebih 20 tahun TVRI dikenal sebagai stasiun televisi yang anti iklan, memasuki tahun 2000 lalu TVRI mulai mengubah paradigma tersebut dengan kembali menayangkan iklan pada jam-jam siarannya. Namun demikian TVRI kini dianggap sebagai “pemain baru” dalam persaingan perebutan iklan, karena pasar iklan di tanah air bisa dikatakan sudah dikuasai oleh stasiun-stasiun televisi swasta seperti RCTI, SCTV, ANTV, TPI dan Indosiar. Belum lagi TVRI masih harus bersaing dengan stasiun-stasiun TV swasta baru lainnya yang pada kenyataannya stasiun-stasiun televisi tersebut lebih memiliki keunggulan dan telah mendapatkan tempat di hati para pemirsanya.
Untuk menangani permasalahan tersebut, TVRI memandang perlu membentuk satuan kerja Pemasaran dan Program, dimana tugas dari satuan kerja tersebut pada dasarnya adalah untuk memasarkan program-program acara kepada klien sehingga klien tersebut bersedia beriklan di TVRI. Seperti juga stasiun penyiaran TVRI daerah yang lain, Perjan TVRI Bandung pun melalui satuan kerja Pemasaran dan Programnya mulai melakukan berbagai upaya untuk menjaring perusahaan-perusahan untuk mengiklankan produk dan jasanya melalui layar kaca TVRI Bandung.
Dengan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan kajian tentang hal-hal diatas dengan mengambil judul :
“Upaya-upaya Yang dilakukan Perusahaan Jawatan TVRI Bandung
Dalam Menjaring Pemasang Iklan”.
Untuk full paper, anda bisa memesannya dengan mengirimkan email ke kami. Cara Pemesanan
Langganan:
Postingan (Atom)